Dongeng ini dikisahkan oleh seorang sahabat, tentang sahabatnya. Dialah yang kini sudah memiliki segalanya. Harta yang berlimbah dengan semua investasi yang ia miliki. Keluarga yang bahagia dengan istri cantik dan putera puterinya yang lucu-lucu. Sebut saja namanya, Dewangga.
Aku bertanya kepadanya, apa arti sahabat
buatmu.
Dia bilang, sahabat adalah orang yang
berhasil membuat kita lebih baik. Saat sedih, dia bisa membuat kita lebih
gembira. Saat kita gembira, dia bisa membuat kita lebih mengontrol kegembiraan
kita. Saat kita down, dia bisa
membuat kita lebih bersemangat untuk bangkit. Saat kita sukses, dia akan membuat
kita lebih bisa menghargai arti perjuangan. Saat kita sendiri, dia akan menggenapi.
Dan saat kita sudah berdua bersama pasangan kita, dia tak akan mengganjilinya.
Lalu, apa kisahmu tentang lima sahabatmu itu?
Apakah kamu benar-benar memiliki 5
sahabat? Tanyaku kepadanya.
Ya, lima sahabat yang membuatku merasa lebih
baik. Kelimanya memiliki pribadi masing-masing. Dan aku tak pernah
mempersoalkannya. Mereka sangat hebat-hebat, aku sebenarnya iri kepada mereka.
Di mana mereka sekarang? Tanyaku, lagi.
Masih ada. Bukankah mereka akan selalu
menggenapi kita, tapi tak pernah membuat kita ganjil? Mereka selalu ada kok.
Hanya saja, mereka sekarang sedang berjuang mencapai apa yang mereka inginkan.
Sering kali kita masih kontak-kontakkan.
Baiklah, dongengkanlah tentang mereka
untukku. Tunggu-tunggu, apakah aku termasuk sahabatmu?
Dengarkan saja
Lalu dia pun mendongengkannya untukku.
“Aku memiliki 5 sahabat,” dia mulai
dongengnya dengan bersemangat. Tangan kanannya merentang di depanku, kelima
jarinya dapat kulihat dengan sangat jelas. Dewangga tersenyum kecil kepadaku.
Lalu dia melipat keempat jarinya dan meninggalkan telunjuknya saja.
“Pertama, namanya Arjuna. Pria manapun akan
iri padanya. Dia tinggi, dia pintar basket, dia atletis, dan nila-nilainya di
kuliah sangat istimewa. Dia lulus dari Teknik Industri dengan IPK hampir
sempurna, 4.96. Fantastis, bukan? Dan kini, dia menjadi seorang Business Analyst
di salah satu perusahaan ritel di Indonesia. Dia orangnya rajin, sangat rajin. Belum
pernah dalam sejarahnya dia telat. Dia selalu datang 30 menit sebelum waktunya,
lalu duduk di mejanya menyiapkan laptop, membaca email, lalu melihat to do list yang telah ia buat malamnya.
Lalu, dia membaca sekilas berita di portal berita 15 menit. Prestasinya juga
luar biasa. Dia 5 kali berturut-turut mendapat predikat karyawan terbaik, dan
saat ini sedang dipromosikan untuk menjadi seorang manager di usinya yang masih
27 tahun. Fantastis.”
Dia menghela nafas. Tangannya diangkat lagi,
kini jari telunjuk dan jari tengahnya berada di depan mataku.
“Yang kedua, namanya Nayala. Seorang Akuntan
di salah satu perusahaan otomotif termuka di Indonesia. Sejak SMA dia memang
sudah jago urusan akutansi. Dia sangat sangat teliti. Dia akan memeriksa
laporan keuangan perusahaannya dengan sangat teliti. Bayangkan saja, setiap
bulan dia harus membuat report keuangan untuk Directornya. Analisisnya sangat
kuat. Urusan angka adalah dia jagoannya. Terbaik di jurusannya dulu. Dia juga
wanita yang rajin, penuh semangat, dan tidak pernah telat juga. Banyak pria
yang sudah mengejarnya.”
Aku mulai terbuai dengan dongengnya.
Bagaimana bisa dia memiliki sahabat-sahabat yang luar biasa seperti itu.
“Sahabat saya yang ketiga namanya Bumi. Seorang
engineering yang luar biasa. Jika kamu membenci fisika, matematika, dan ilmu
pasti lainnya, dia justru menyukainya. Kini dia bekerja di salah satu
perusahaan tambang multinasional. Bahasa inggrisnya jago banget. Dan seperti
dua sahabatku yang lain, dia sangat rajin bekerja, pantang menyerah. Serahkan
saja projek kepadanya, dia akan mengerjakan dengan sangat efektif dan efisien.
Tahun ini, dia akan naik jabatan.”
“Sahabat saya yang keempat adalah Raya. Seorang
HR di salah satu perusahaan perbankan di Indonesia. Dia teman saya waktu
kuliah. Orangnya baik, rajin, dan energik. Saat ini dia menjadi salah satu staf
HR terbaik di perusahaannya. Jangan ditanya kenapa? Teman-teman kuliahku pasti
akan kompak menjawab, bibitnya saja sudah baik. Dia tidak pernah membiarkan
cacat di setiap proses pekerjaannya. Orangnya perfeksionis, tidak menolerir
kesalahan. Dan seperti keempat teman saya yang lain, dia juga tidak pernah
telat dan selalu mengerjakan proyek dengan baik. Analisisnya juga sangat tajam.”
“Keempat sahabatku
sangat luar biasa. Sekarang ceritakan sahabatku yang kelima,”
“Sahabatku
yang kelima adalah kamu tentunya.”
Aku
tertegun. “Aku?”
“Ya, kamu. Aku sudah menganggapmu sebagai
sahabat yang baik. Bukankah seperti itu seharusnya. Dan kamu juga luar biasa
seperti yang lain, bukankah begitu. Kamu adalah lulusan komunikasi terbaik
dengan embel-embel IPK 3.89, angka yang fantastis. Berbicara denganmu sangat
menyenangkan, kamu bisa mengkomunikasikan semua hal dengan mudah dan fun. Berbicara denganmu tak akan pernah
kehabisan topik, kamu adalah seorang public
relation yang baik. Aku bangga punya sahabat sepertimu.”
Dia menghela nafas kecil.
“Tapi....,” ucapnya lagi.
“Apa?”
“Aku benar-benar tak ingin seperti kalian.”
“Apa maksudmu?”
“Buatku kalian luar biasa. Kalian hebat
dengan keahlian masing-masing.”
“Lantas, mengapa kamu tak ingin seperti kami,
sahabat-sahabatmu?”
Dia terkekeh kecil. “Aku tak ingin seperti
kalian. Aku hanya ingin memiliki karyawan seperti kalian. Sungguh, alangkah
menyenangkannya jadi atasan kalian yang memilki bawahan-bawahan seperti kalian.”
“Oh, sh*t,
memangnya kamu sanggup membayar kami?” aku tersenyum kecut, dan dia tertawa
penuh bahagia.
[END]
dikisahkan oleh
seorang teman, dengan berbagai perubahan untuk penyesuaian.
Senangnya memiliki sahabat. Genggamlah terus sahabat yang ada karena mereka akan menjadikan kita lebih baik :)
ReplyDeleteIya, sahabat membuat kita bisa lebih. Kalau jadi kurang, berarti bukan kali ya hehehe.
Delete