Kamu cewek
jenius yang pernah kukenal saat itu. Rangking 1 umum dari kelas sepuluh hingga
saat ujian akhir. Menerima beasiswa untuk kuliah di salah satu universitas di
Bandung. Sementara aku? Aku bukan siapa-siapa, Bi. Aku hanyalah cowok bedugalan
yang jatuh cinta padamu. Tapi anehnya kamu menerimaku sebagai pacarmu, Bi.
Kita
berbeda. Kita menyadari itu. Aku tak pernah bisa rangking satu sepertimu, sementara
kamu tentu saja sang jenius di sekolah. Aku hanya dari keluarga biasa-biasa
saja, kamu anak pemilik salah satu perkebunan teh di Bandung. Kamu tak pernah
sekalipun menyelewengkan uang sekolah, dan aku selalu menyelewengkannya untuk
hal-hal yang menurutmu nggak penting,
misalnya ngajak kamu nonton di
bioskop. Menurutmu, lebih baik cari duit sendiri
dulu untuk mentraktir kamu daripada harus pake
uang sekolah. Aku Menchester United sejati, kamu tentu saja pemuja City.
Aku merah, kamu biru. Darahku merah, darahmu biru.
Tapi kamu
masih saja mencintaiku.
Dari semua
perbedaan-perbedaan itu, kita ternyata masih punya persamaan. Kita sama-sama
menginginkan pergi ke Inggris. Aku mengidolakan Rooney dan aku ingin bertemu
dengannya. Kamu tentu mengidolakan Aguero. Kita membuat kesepakatan, kita harus
ke sana suatu saat. Dan kamu menjejaliku dengan cerita tempat-tempat Inggris
yang menurutmu menarik.
Dear Bi,
Masih ingat
permintaanmu selepas ujian akhir? Kamu memintaku untuk membuat suatu janji.
Janji untuk terus setia bersamamu, menjaga cinta kita. Aku pun menyetujuinya
karena aku memang mencintaimu seutuhnya. Dan kamu membuat satu syarat?
“Menghilanglah
delapan tahun dan temui aku di tanggal yang sama seperti saat kita berpisah nanti.
Temui aku di depan Buckingham Palace, tempat cinta sejati Pangeran William dan Catherine Middleton.”
Kita
bertengkar setelah itu. Permintaanmu terlalu aneh. Konyol. Seperti di negeri
dongeng. Buat apa berpisah selama delapan tahun?
“Ini untuk
membuktikan cinta kita apakah benar-benar sejati atau tidak. Kamu
menyetujuinya?”
Walaupun
gila, aku pun menyetujuinya. Kita sepakat untuk tidak bertemu selama delapan
tahun. Tanpa ada kontak apapun.
Dear Bi,
Delapan
tahun bukan waktu yang sebentar. Aku hampir kalah oleh waktu, aku ingin
menyerah. Rindu ini menggebu, rindu ini menyatu di kalbu. Godaan sering datang
menderu. Hatiku selalu bilang bahwa ini cinta monyet, ini tidak nyata. Tapi aku
masih mencintaimu. Dan ini gila.
Sudah
kubilang padamu bahwa aku hanya cowok bedugalan dan bukan siapa-siapa. Meminta
ayah dan bunda untuk mengirimku kuliah ke Oxford atau Cambridge sama saja
seperti meminta matahari agar berhenti menyinari bumi. Aku hanya bisa kuliah di
salah satu universitas swasta di Bandung.
Tapi aku
bertekad untuk memenuhi janjiku, bertemu denganmu di depan Buckingham.
Dear Bi,
Aku berhasil
ke Inggris, kamu tahu? Dengan penuh perjuangan aku bisa memperoleh S2 ke
Cambridge. Aku Bi, cowokmu yang waktu SMA dulu tak pernah mau belajar. Tapi aku
bertekad sejak kuliah ingin merubah semuanya. Ini demi kamu, demi cintaku
padamu.
Setiap malam
aku selalu berdoa kepada Tuhan, ‘Tuhan
ijinkan saya pergi ke Buckingham menemui Bintang, cinta sejati saya’. Dan
Tuhan mengabulkannya.
Aku harus ke
sana. AKU HARUS KE SANA.
Aku ingin ke
sana, aku akan melamarmu di depan Buckhingham. Kita akan menikah, kita akan
bersama.
Tapi kita
tak pernah bertemu di sana.
Dear Bi,
Apakah kamu
mengingkari janjimu? Mengapa kita tak bertemu? Apakah hatimu telah terisi orang
lain? Apakah sudah ada yang menggantikanku?
Dear Bi,
London
Bridge ternyata tak seindah yang kamu ceritakan.
Tapi indaaaaaaaaah
banget. Awalnya aku beranggapan, apa menariknya melihat jembatan? Seperti
ceritamu, jembatan ini bisa diangkat (oke, aku norak untuk hal satu ini, Bi)
dan membentang melintasi Sungai Thames, menghubungkan Soutwark dan City of
London. Aku pernah melintasinya saat malam hari. Harus kuakui, jembatan ini
memang indah. Dan aku berfoto di dekatnya. Aku akan mengirimkan foto itu
kepadamu. Ini foto pertamaku di sini. Apakah kamu juga sudah ke tempat ini?
Dear Bi,
Waktu SMA
aku pernah nekat menculikmu ke Jakarta, kita ke Dufan. Masih ingat? Dari semua
permainan yang ada, kamu menyukai ketika naik bianglala. Katamu itu sangat
romantis saat bisa naik bersamaku. Dan saat kita berada di puncak teratas, kamu
bilang kepadaku: “Ini tidak ada
apa-apanya dengan Kincir Ria di London. Suatu saat kita harus naik di sana.”
Kamu tersenyum saat mengucapkan itu. Dan aku memang benar-benar menaikinya, si
kincir London Eye. Seperti katamu dulu, kincir London Eye adalah kincir tertinggi
di dunia. Sialnya aku menaikinya sendirian tanpamu. Dalam waktu tempuh 30 menit
selama satu putaran, aku hanya bisa membayangkan jika bisa naik bersamamu dan
berdua saja di dalam kapsul yang bergoyang-goyang. Kita akan bercerita banyak
hal. Tentang kota ini yang luar biasa indah. Tentang kita.
Melihat kota
London dari ketinggian 135 meter adalah pengalaman yang luar biasa. Sangat
indah. Andai ini bersamamu, Bi. Andai kamu ada di sini. Aku terpaksa meminta
orang untuk mengambil fotoku, sendiri saja. Tanpamu. Dan ini foto keduaku.
Dear Bi,
Suatu sore
di wilayah City of Westminster, London, aku duduk seorang diri di Trafalgar
Square. Tempat ini sangat ramai, tapi aku merasa sepi tanpa kamu Bi. Alun-alun
utama dan terluas di kota ini tak mampu mengusir kesendirianku. Untuk mengobati
kesendirianku, aku memotret setiap sudut alun-alun ini. Tempat ini sangat ramai
Bi. Ini adalah pusat kota London. Banyak komunitas yang datang ke sini saling
mengobrol, ada juga yang sedang membuat film, bahkan pernah juga ada royal
wedding di sini. Apakah kita juga akan melangsungkan pernikahan di tempat ini?
Dan aku foto
seorang diri di depan Nelson’s Column, sebuah pilar granit setinggi 46 meter. Pilar
ini sangat tinggi dan kokoh. Sekokoh cintaku padamu, Bi.
Foto ini
akan aku kirim ke kamu.
Dear Bi,
Penantianku
padamu di sini seperti sia-sia. Aku masih sendiri. Kuhitung setiap detik jam di
Big Ben, tak ada hasil. Justru ini semakin menyesatkan kesendirianku. Setiap
malam aku berdiri seorang diri menatap ke menara Big Ben, menatap penuh kesengsaraan.
Sudah berapa lama aku di sini? Big Ben sebenarnya bukanlah nama menara jam ini
Bi. Tapi nama belt seberat 13 ton yang ada di dalam jam ini. tapi orang sudah
salah kaprah menyebutnya. Nama asli menara ini adalah Elizabeth Tower. Seperti
katamu dulu, Big Ben adalah salah satu destinasi wisata di London yang wajib
dikunjungi.
Cepreetttt....terdengar
bunyi kameraku. Lagi-lagi aku foto sendiri. Ini foto keempatku yang akan aku
kirimkan kepadamu.
Dear Bi,
Saat SMA
dulu, selain sama-sama ingin pergi ke Inggris, kita juga sama-sama mencintai The
Beatless. Ada satu lagu yang sangat kamu suka dari Beatless, yaitu From Me to You. Ah sial, sepanjang
perjalananku aku mendengarkannya berulang-ulang. Dari setiap lirik yang
kudengar, aku selalu terbayang wajahmu Bi.
Dan ketika
aku tiba di Beatles Story seorang diri, aku kembali lenyap dalam kesendirian.
Bukankah kamu ingin ke sini? Bersamaku? Lalu di mana kamu?
Semua hal
tentang Beatless ada di sini, mulai dari masa kecil John, Paul, Ringo, dan
George (keempat personil The Beatles). Masa-masa keemasan mereka hingga mereka
bersolo karier. Semuanya ada.
Yang nggak
ada hanya satu, yaitu kamu.
Aku berfoto
lagi di depan museum itu seorang diri. Foto kelimaku.
Dear Bi,
Kamu selalu
bilang bahwa Manchester City selalu hebat dan aku tak pernah setuju. Aku United
sejati. Darahku merah. Ingat?
Tapi dengan
begonya, aku bukannya pergi ke Old Trafford kandangnya MU, tapi malah pergi ke
Etihad Stadium yang ternyata memang megah seperti yang kamu agung-agungkan
kepadaku. Menurutmu ini adalah stadion sepakbola termegah di dunia setelah
Gelora Bung Karno.
Aku menodai
hatiku yang berdarah merah united. Aku memakai jersey biru mereka, berkalung syal
biru. Dan sialnya, aku justru berfoto dengan Aguero bukan dengan Rooney. Demi
kamu, aku rela berfoto dengan idolamu itu, Si Aguero.
Dan ini foto
keenamku.
Dear Bi,
Dan inilah
akhir perjalananku setelah bertahun-tahun aku menunggumu. Entah sudah berapa
kali aku mendatangi tempat ini, Buckingham Palace. Entah sudah berapa kali aku
berfoto di sini, seorang diri. Tapi aku tak pernah bertemu dengamu. Tak pernah
ada. Bukankah kamu yang bilang bahwa tempat ini adalah tempat penyatuan cinta.
Istana yang luar biasa megah seperti yang kamu ceritakan. Istana yang dihiasi
bunga-bunga berwarna-warni yang hanya bisa kulihat dari luar pagar. Juga danau
dengan kilauan airnya.
Tempat ini
memang indah. Seperti yang kamu ceritakan dan agungkan. Pertama kali aku
melihatnya, aku ternganga. Ini seperti di negeri dongeng. Iring-iringan pasukan
kerajaan tampak tegap dan gagah bisa kulihat di setiap jam 11.30, saat upacara
penggantian penjaga istana. Kereta kuda yang berjejer rapi.
Sebelum kita
sampai di pelataran istana, kita akan melewati The Mall, sebuah jalan yang di
kiri kanan ada pohon-pohon besar yang rindang. Jalanan inilah tempat menuju
istana. Dan di The Mall inilah nantinya ada ucapara pergantian penjaga istana.
Dan harusnya
aku melamarmu di depan tempat ini. Harusnya kita naik kereta kuda dan
mengelilingi istana, seperti William dan Kate.
Tapi, aku
masih sendiri. Aku berfoto sendiri. Foto terakhirku yang akan aku kirimkan
padamu.
Dear Bi,
Hampir
sepuluh tahun tanpa kamu Bi. Dan aku masih sendiri. Berarti sudah lebih dua
tahun dari perjanjian yang kita buat. Apakah kamu sudah bahagia dengan orang
lain? Apakah aku terlalu bodoh karena termakan kisah picisan kita waktu SMA.
Tapi aku
akan menepati janjiku, mengirimkan semua fotoku di Inggris, entah ke alamat
mana. Dan inilah fotoku.
Foto
pertamaku di London Bridge, gerbang kota London. Aku memegang kertas
bertuliskan APAKAH, sebuah ‘gerbang
kata’ untuk foto-fotoku selanjutnya.
Foto keduaku
di London Eye, di ketinggian 135 meter. Foto yang diambil oleh seorang pemuda
Inggris. Aku memegang kertas bertuliskan KAMU.
Foto ketiga
adalah saat aku di Trafalgar Square. Di depan Nelson’s Column, aku berfoto
dengan memegang kertas bertuliskan MAU.
Foto
keempatku di Big Ben. Menara jam dinding setinggi 96 meter itu menjadi saksi
saat aku berfoto seorang diri memegang kertas dengan spidol merah bertulis MENIKAH.
Foto
kelimaku cukup tragis karena di The Beatles Story aku (lagi-lagi) berfoto
sendiri memegang kertas bertuliskan DENGANKU.
Di Etihad
Stadium Manchester City, stadium kebanggaanmu, aku berfoto dengan idolamu,
Aguero, dengan memegang kertas bertuliskan DI.
Dan di
tempat yang semestinya kita berjanji untuk bertemu, di Buckingham Palace, aku
berfoto dengan senyum lebar sambil memegang kertas bertuliskan SINI?.
Sebelum
kukirim foto itu kepadamu, kujadikan satu foto itu, berjejer dan jelas terbaca
kalimat yang kumaksud.
APAKAH KAMU MAU MENIKAH DENGANKU DI SINI?
Dear Bi,
Entah kamu
melihat atau tidak foto yang kukirim padamu.
Setelah aku
kembali ke Indonesia, setelah menyelesaikan kuliahku di Cambridge University,
aku menerima surat darimu.
Surat yang
kamu tulis tiga tahun lalu dan sampai di rumahku, di simpan rapat-rapat oleh
Bunda. Saat kamu hampir saja pergi ke Inggris. Bunda sengaja tak menyerahkannya
padaku agar aku bisa baik-baik saja di Inggris, menyelesaikan kuliahku (yah,
meskipun dengan perasaan pahit karena tak bertemu dengamu). Tapi menurut Bunda,
itu yang terbaik sebelum aku menerima kenyataan yang terjadi.
Dalam surat
itu kamu menulis bahwa kamu merindukanku dan berjanji akan menemuiku di depan
Buckingham. Tapi kamu tidak pernah ada di
sana.
Kamu bilang
kamu merindukanku.
Aku pun
merindukanmu Bi. Semoga kamu tenang di surga. Bersama korban-korban pesawat
lain yang jatuh di Samudera Hindia.
bikin mrinding ceritanya :)
ReplyDeleteso sweet kisah cintanya om :D
Terimakasih :)
Deletewhaaaaaaaat? are you serioussss?? foto sama aguerooooo?
ReplyDeletegile, keren lu bro.