Gordon yang menggunakan mobil Arya sudah
berhasil menemukan Juna dan Ariana di dekat apartemen yang tidak selesai di
bangun. Apartemen itu letakknya jauh di belakang Gedung Mata Rantai. Tidak ada
penerangan di sana. Satu-satunya penerangan datang dari mobil Arya. Apartemen
itu tampak sangat menyedihkan, seperti kuburan yang tak berpenghuni.
Tikus-tikus besar berseliweran. Juna tentu saja merasa jijik dan segera melesat
masuk ke dalam mobil karena ia takut bertemu dengan kecoa.
Dodo dan Dede yang ikut serta di dalam mobil
masih belum tahu apa yang terjadi. Tadi Juna meneleponnya dan memintanya untuk
pergi ke tempat ini. Keadaan begitu menjadi kacau saat mendadak gedung Mata
Rantai terbakar satu dan mobil polisi serta pemadam kebakaran datang.
Sebelumnya, sebuah mobil sport milik Crain keluar dengan cepat disusul oleh dua mobil lain.
Sebelumnya, sebuah mobil sport milik Crain keluar dengan cepat disusul oleh dua mobil lain.
“Maaf telah merepotkan kalian, tetapi keadaan
benar-benar sedang genting dan kita haru segera menuju Monas,” ucap Juna sesaat
setelah mereka ada di dalam mobil.
“Crain benar-benar gila. Aku tidak menyangka
bahwa dia adalah otak di balik semua kekacauan ini. Dan dia sinting sekali
memanfaatkan Mata Rantai untuk kepentingan dirinya,” kata Dede menggebu-gebu.
“Tentu kalian akan lebih tidak percaya saat
aku mengatakan bahwa Arya ada di pihak mereka,” ucap Juna pelan.
Semua orang membisu. Berita itu seperti
sebuah api di tumpukan jerami kering di musim kemarau.
“Aku belum yakin apa motif mereka sehingga
mereka menginginkan batu mata rantai, seperti ingin memakannya saja. Ini pasti
lebih dari sekedar berurusan dengan makhluk-makhluk di Galeri Mahakarya,” jelas
Ariana.
“Ya, akupun berpikiran seperti itu. Ini pasti
sudah direncanakan. Dan jawabannya akan kita dapat setelah kita berada di
Monas. Gordon, lebih baik kamu menambah kecepatan agar kita segera sampai di
sana.”
Gordon mengangguk. Dia menginjak gasnya dan
melajukan mobil itu dengan lebih gesit.
Juna merenung di bangku belakang. Dia
menguraikan satu persatu kejadian selama ini. Ini pasti saling berkaitan. Apa
yang sebenarnya mereka inginkan. Batu mata rantai pasti menjadi pemicunya. Juna
memejamkan mata, mengingat setiap kejadian dengan cepat. Pikirannya kembali ke
sketsa-sketsa yang ia lihat kemarin. Crain adalah seorang pembunuh karena
memiliki masa kecil yang sangat kelam. Secara psikologis, di memori otak jangka
panjangnya sudah terekam semua hal yang ia lakukan saat ia membunuh ayahnya.
Crain adalah anak kecil yang malang karena mendapat perlakuan tak menyenangkan
dari ayahnya. Dan itu berefek pada dirinya yang mendadak menjadi bertangan
dingin. Dan perlahan-lahan dia memang membutuhkan sosok yang mengayomi dirinya,
sosok seoarang ayah. Dan itu ia dapatkan dari Mahesa, lalu karena ia sakit hati
dengan pengkhianatan Mahesa ia justru membunuhnya. Dan kini ada Arya yang
menggantikan itu semua. Tetapi, jika ini semua hanyalah masalah balas dendam
Mahesa kepada Crain, dan Crain akan menggunakan batu itu untuk mengendalikan
Mahesa, mengapa ia membuat Gedung Mata Rantai hancur. Pengalihan? Iya ini pasti
hanyalah pengalihan agar aksinya di Monas tidak ada yang sadar. Tetapi, apa
yang akan ia lakukan di Monas?
Ayo
berpikirlah, Juna. Berpikirlah.
“Aku tak menyangka Arya terlibat, apakah dia sakit hati karena Tuan
Juna yang kini memimpin Mata Rantai?” tanya Gordon tiba-tiba.
Juna menoleh.
Sakit
hati? Otak Juna mendadak seperti dialiri listrik.
“Ini semua pasti karena sakit hati,” ucap Juna.
“Aku tahu. Arya pasti menginginkan Mata Rantai.”
“Tetapi, apa yang sebenarnya khasiat batu
mata rantai?” tanya Dodo. “Dari cerita-cerita yang menyebar di Mata Rantai,
khasiat batu itu masih simpang siur. Aku tidak yakin bahwa batu itu bisa
mengendalikan makhluk-makhluk? Apakah kalian berpikiran sama denganku? Tidak
rasional.”
Untuk kedua kalinya, otak Juna dialiri
listrik. Ia teringat dengan isi dari salah satu buku di rak Tuan Mata.
“Ya, kamu benar,” kata Juna. “Legenda yang
tersebar memang sudah salah kaprah. Aku pernah membaca satu buku di ruang baca
Tuan Mata generasi pertama, dan ia sendiri menulis bahwa batu mata rantai itu
sebenarnya sangat berbahaya. Makanya, batu itu disimpan di salah satu masjid
dan didoakan setiap hari. Karena eksperimen Tuan Mata ternyata salah. Batu itu
justu membahayakan siapapun yang menggunakannya.”
“Dan sekarang Crain akan menggunakannya?”
Juna menarik nafas. “Ini pengalihan. Batu itu
masih tersimpan rapi di tempatnya.”
“Tetapi kita tetap harus pergi ke Monas?”
tanya Ariana.
“Tentu saja. Kita harus mencegah Crain.”
“Akhirnya aku bisa pergi ke Monas di malam
hari, Juna.”
“Sepertinya tidak,”
Ariana menoleh ke arah Juna. “Mengapa?”
“Kamu harus pergi ke suatu tempat. Gordon
akan mengantarkanmu.”
# # #
Di waktu yang sama, di belakang mobil Crain
yang melaju kencang di Jalan Sudirman, kobaran api menghentakkan malam dengan
cahaya kuning kemerahan. Api itu berasal dari reruntuhan salah satu gedung Mata
Rantai. Raungan suara mobil polisi melintas, seperti mengejek suasana di Sudirman.
Arya yang di belakang kemudi tampak menatap jauh ke depan, sementara di
sampingnya ada Crain melihat-lihat isi buku petunjuk mata rantai.
“Buku lusuh ini yang membuatku harus membunuh
beberapa orang. Tetapi kita sudah hampir mendekati cita-cita kita, Arya. Aku
tidak sabar menunggu nanti malam, saat malam detik kabisat nanti. Apakah kamu
seantusias diriku?” Crain menatap Arya. “Aku lega akhirnya kita tak perlu
berpura-pura lagi, menyembunyikan hubungan kita.”
Arya menoleh tersenyum. Butuh waktu bertahun-tahun
untuk menyiapkan malam ini. Semuanya awalnya hanya sebuah cita-cita kecil
antara dirinya dan Crain, di suatu sore lima belas tahun yang lalu. Arya sedang
duduk di ruangannya ketika Tuan Mata mengenalkan dirinya dengan seorang Chief
yang baru. Seorang pengusaha sukses yang dipercaya Tuan Mata untuk menjadi
salah satu Chief Mata dan memimpin anak perusahaan baru di bidang Lifestyle.
Orang itulah yang dari awal kemudian menarik hatinya. Alexa Crain ternyata
seorang lelaki cerdas, tetapi juga seorang pengkhianat yang ulung.
Suatu sore setelah mereka bersama selama sebelas
tahun tahun, Crain bilang bahwa dia tahu tentang batu mata. Khasiat batu itu.
Kemudian dia datang kepada Arya dan bilang bahwa Arya bisa memanfaatkan batu
itu untuk menguasai Mata Rantai.
“Kamu pasti sudah tahu, Arya, Tuan Mata tidak
mungkin menyerahkan tonggak perusahaan ini kepadamu. Mata Rantai pasti akan
diserahkan kepada keturunannya, kan? Kamu tahu itu. Dan aku tahu, kamu pasti
menginginkan memimpin perusahaan ini. Iya, kan?”
Arya membenarkan perkataan Crain, kekasihnya.
Ia memang menginginkan jabatan tertinggi di Mata Rantai. Apalagi setelah Tuan
Mata sering sakit-sakitan, beliau tidak sepenuhnya bisa memimpin. Dan beberapa
hal, Aryalah yang selalu menjadi orang keduanya.
“Tetapi, beliau pasti tidak akan menyerahkan
perusahaan ini kepadamu. Beliau memiliki dua orang anak yang bisa saja diserahi
perusahaan ini. Kita tahu bahwa Mata Rantai selalu dipimpin oleh generasi Mata.
Dan kamu bukan generasi Mata.”
“Ya, aku tahu.”
“Oh, come
on. Buka mata. Kamu tidak harus seumur hidup menjadi budak Mata Rantai,
kan? Ingat ya, ada mimpi-mimpi di hidup kita yang harus kita kejar. Dan aku
yakin, mimpi kamu tidak hanya sebatas menjadi asisten pribadi Tuan Mata.
Lagian, jika kamu jadi pemimpin Mata Rantai, kita bisa menggunaan Batu Mata
sesuka hati.”
“Batu Mata tidak boleh dipergunakan
sembarangan, Crain. Kamu tahu itu, kan?”
“Tetapi jika kita bisa menggunakan batu itu,
kita bisa mengendalikan makhluk-makhluk dari dunia lain. Kamu tahu sendiri, kan,
sejarah Mata Rantai telah melegendakan batu itu. Kita tahu semua bahwa batu itu
bukanlah batu sembarangan. Dia batu yang dibuat selama bertahun-tahun oleh Tuan
Mata generasi pertama. Dinaungi oleh doa-doa. Kamu tahu sendiri, aku sekarang
selalu diganggu oleh mantan-mantan aku.”
“Cinta pertama kamu, maksudnya?” Arya
melengos. Hatinya terbakar. Ia tahu, pasti masih ada sedikit ruang di hati
Crain untuk Mahesa.
“Kamu kalo cemburu terlihat lebih lucu.”
Crain menyubit pipi Arya. “Dengar, sekarang aku bersamamu, dan tidak ada lagi nama
dia di hidupku.”
“Tapi kamu akan membangun galeri impianmu di
atas tanah kuburannya. Untuk mengabadikan namanya?”
Crain terdiam. “Apakah cinta harus diusik
oleh hal-hal semacam itu?” tanyanya. “Setiap orang punya cinta pertamanya,
tetapi bukankah yang terpenting apa yang ia miliki sekarang. Bukankah cemburu
bumbu cinta?”
Arya tersenyum. “Aku paham.” Ia memeluk erat
Crain. Sore hampir usah, semburat jingga mendadak dihapus warna hitam selembar
demi selembar. “Jadi ceritakan, mengapa kamu menginginkan batu itu.”
“Aku ingin menggunakan batu itu untuk…” Ragu
ia mengatakannya. “Untuk membantu orang-orang. Orang yang kesepian sepertiku,
mereka yang hanya tinggal di gubuk-gubuk, di bawah-bawah jembatan, mereka yang
membutuhkan kasih sayang. Aku percaya bahwa kebahagian itu akan muncul karena
memiliki uang. Mustahil jika mereka tidak punya uang, mereka akan bahagia. Aku
membutuhkan batu itu untuk mereka.”
“Sebentar, aku tidak setuju dengan ucapanmu.
Uang? Tidak sepenuhnya dia akan memberi kebahagiaan.”
“Arya, jangan munafik. Jika diminta untuk
memilih, apakah kamu akan hidup sengsara dalam gelimangan harta atau tidak?
Jangan terlalu sinisme untuk masalah uang. Aku yakin semua orang
menginginkannya. Aku, kamu, rakyat, orang-orang di bawah jembatan, dan itulah
mengapa masih ada orang yang korupsi padahal gaji mereka sudah cukup. Itu semua
bermuara dari satu hal, D U I T. Ngerti kan maksudku?”
“Ya, aku tahu. Tapi, aku pernah melihat dua
orang suami istri yang hidup di samping Jalan Pantura. Mereka bahagia. Jadi,
bukan selamanya uang memberi bahagiaan.”
“Apakah kamu tahu, bagaimana kehidupan
mereka? Terbelit hutang? Dikejar rentenir? Come
on, berpikirlah rasional.”
“Oke, oke anggap saja aku setuju. Lalu akan
kamu gunakan untuk apa batu itu?”
Crain memutar tubuhnya. “Legenda batu itu
sungguh menarik sekali. Batu itu adalah batu yang ditempa bertahun-tahun,
didoakan bertahun-tahun, dan khasiatnya akan semakin ketara saat detik kabisat
atau tahun kabisat tiba. Karena di tahun itu, terjadi persimpangan di dunia
ini. Batu itu akan membuat pemegangnya menjadi penguasa untuk makhluk-makhluk.
Pertama, aku akan menggunakannya untuk mengendalikan Mahesa. Meskipun kita
bekerja di Mata Rantai, dan bisa berkomunikasi dengan mereka, tetapi tahukan
kamu, Mahesa meninggal dengan sangat tidak wajar. Dan dia tidak lagi menjadi
makhluk yang diridhoi. Dia menjelma iblis. Dan dia tentu saja ingin tubuhnya
utuh kembali, di dunia. Itulah mengapa dia selalu menggangguku. Dan mungkin
saja ia bisa membalas dendam padaku. Kedua, aku ingin sekali menggunakan batu
itu untuk mengendalikan makhluk-makhluk yang bisa membantuku mengumpulkan uang
sebanyak mungkin.”
“Makhluk seperti apa yang bisa seperti itu?”
“Para pencuri uang. Tidak tahu?”
“Tuyul?”
“Tentu saja. Mereka pencuri ulung.”
“Lalu, uang siapa yang hendak kamu curi? Aku
tentu tidak akan setuju jika kamu mencuri uang tanpa sebab. Aku tidak ingin
menyandang predikat tambahan sebagai pencuri. Cukup sebagai pembunuh.”
“Tentu saja tidak. Aku pasti akan mencuri
uang-uang yang bisa kucuri.”
“Siapa?”
“Koruptor.” Crain memicingkan matanya. “Tentu
itu bukan hal yang salah. Ingat, mereka adalah pencuri. Apa salahnya kita curi
lagi, kan? Lagian itu akan terasa mudah, karena kamu sudah punya akses ke
pemerintahan, Arya. Kamu akrab dengan mereka.”
Arya tampak ragu.
“Ayolah. Kamu pasti akan mendukungku, kan?”
“Apakah aku bisa menolaknya? Aku terlalu
mencintaimu, dan aku pasti akan terus membantumu. Tetapi….” Arya menelan ludah.
“Kita seperti teroris, ya?”
“Tidak. Bukankah sudah kukatakan, aku hanya
ingin membantu orang-orang yang membutuhkan di luar sana.”
Sore itu, Arya masih belum sepenuhnya
mengamini ucapakan Crain. Tetapi, suatu malam, ketika Tuan Mata memanggilnya
untuk memberitahu siapa penerus pemimpin Mata Rantai. Dan jantung Arya terguncang
saat bibir Tuan Mata perlahan mengucapkan satu nama. Dan itu bukalah dirinya.
Otaknya langsung berputar, mengingat setiap
inci semua percakapan dengan Crain beberapa tahun lalu. Tentang batu mata,
tentang cita-cita Crain. Dan akhirnya Arya pun setuju untuk menuruti rencana
Crain. Namun masalahnya, selama bertahun-tahun membuat rencana itu, dia belum
pernah melihat batu mata dan buku petunjuk seperti yang didongengkan
orang-orang. Sampai malam itu, Tuan Mata bilang bahwa hanya penerus Mata
Rantailah yang akan diwarisi batu itu. Selama pemimpin Mata Rantai masih hidup,
maka hanya dua orang yang mengetahui letak batu mata: pemimpin itu sendiri dan
pemegang warisan yang sudah teruji bertahun-tahun. Dilan, pemegang warisan itu,
adalah orang yang terlalu patuh dengan Tuan Mata. Dialah satu-satunya orang
yang akan memberitahukan letak batu itu kepada pemimpin mata yang baru. Dari
situlah, Arya selalu berusaha menjadi orang kepercayaan Juna Mata.
Dan malam ini adalah waktunya. Satu-satunya
waktu yang tepat untuk melancarkan rencana mereka yang telah disusun
bertahun-tahun. Tepat pukul 00.00 nanti
malam, mereka harus mengaktifkan batunya.
“Kamu sudah menyiapkan list nama-nama
koruptor itu, Sayang?” pertanyaan Crain membuyarkan lamunan Arya.
Arya mengambil kertas kecil dari balik
jasnya. “Tentu saja. Pemimpin penyelidikan korupsi yang memberiku langsung.”
“Untung sekali kamu bisa berteman dengan
mereka.”
“Hanya orang-orang tertentu yang bisa diajak
kerja sama. Ada juga yang tidak. Seperti katamu, mereka yang butuh uang lebih
yang mau membantu.” Arya nyengir.
Crain membaca satu persatu nama-nama di
kertasnya.
“Ini,” Arya menyerahkan sebuah flashdisk
kepada Crain. “Flashdisk yang berisi nomer rekening dan akses untuk membobol
rekening mereka. Kamu sudah meminta Janero untuk mempersiapkan sistemnya, kan?”
“Untung saja dia bekerja di Departemen IT,
ya? Si bodoh itu kini buta karena rasa cemburu.”
“Botol-botol tuyulnya sudah ada di Jakarta,
kan?”
“Sudah ada di Monas. Semua sesuai rencana.
Tepat pukul dua belas lebih satu detik nanti, kita akan menyebarkan mereka.
Agar mereka pergi ke rumah-rumah, apartemen-apartemen, bank-bank untuk
menyusupkan dengan sistem itu. Kekacauan internet malam ini, tentu akan membuat
kita mudah untuk membobol rekening mereka.”
“Ide untuk pengalihan isu ke bom di gedung
Mata Rantai sangat brilian.”
“Tentu saja. Setelah ini, tentu kita hanya
tinggal menyebar berita bahwa Juna Mata sedang frustasi karena telah membuat
Mata Rantai hancur. Dia menanam bom di gedung. Beres. Kita tinggal menunggu berita
kematiannya. Kuharap si bodoh Janero bisa langsung membunuhnya. Jadi kita
langsung bisa berpesta malam ini.”
“Tentu saja. Kita akan berpesta, Honey.” Arya menggenggam tangan Crain
erat.
# # #
Langit malam Jakarta tampak semakin menggelap
saat ini. Tidak ada bintang yang terlihat. Yang ada justru arak-arakan asap
pekat dari arah timur yang menuju Jakarta.
Jauh di atas pucuk Monas, beberapa orang
tampak mengangkat box-box berisi botol-botol bening.
“Apa kira-kira isi botol ini?” tanya salah
satu dari mereka.
Yang lain mengangkat bahu.
Botol-botol dikeluarkan dan diletakkan
berjejer di atas lantai.
Di dalam salah satu botol itu, seekor tuyul
tengah mendekam dengan muka pucat.
Orang-orang di dalam puncak Monas itu tidak
tahu bahwa langit di luar Jakarta semakin pekat. Dan asap yang berarakan dari arah
timur tampak menuju ke Monas. Seakan asap itu dipanggil oleh seseorang.
baca kelanjutannya di sini
Aku ngak mau pergi ke monas kak, mau nya ke menara effiel aja
ReplyDeleteSaya bukan traveller kayak Kak Cumi nih yang sudah melalang buana.
Delete