Begitu
memuakkan, mencintai tanpa memiliki. Yang ada, tapi tak tiada. Lebih
menyebalkan, mencintai tapi tak pernah diutarakan. Bak permen karet yang
menempel pada sandal, lalu digunakan untuk berjalan. Begitulah caramu
meninggalkan kisah kita, pada sebuah masa depan yang penuh kenangan.
Semula aku
percaya, bahwa Tuhan telah menuliskan cerita indah tentang kita. Sore itu,
langit biru cerah, awan putih, kita berdua tanpa suara menikmati senandung
ombak di Pantai Ancol. Berdua saja. Aku tak tahu mengapa engkau begitu
bersemangat mengajakku pergi. Apakah kita akan membicarakan mimpi?
Kamu bilang
bahwa kamu sedang jatuh cinta. Bukan aku,
tentu saja bukan padaku. Tentu saja aku hanyalah teman setiamu yang akan
mendengarkan semua cerita-cerita cintamu. Sore itu, engkau bilang padaku bahwa
pangeran impianmu telah datang. Mengutarakan perasaan.
“Dan kamu
menerimanya?”
“Tentu
saja.” Kamu tertawa.
Aku hanya
bilang bahwa aku bahagia. Tentu saja aku bahagia. Meskipun sebenarnya, ada luka
menganga di hati, yang perlahan mulai membuka seiring cerita-cerita yang kamu ulang-ulang
setiap hari.
Berhari,
berbulan, kisahmu pun datang. Aku hanya sebagai seorang sahabat yang rela
mendengarkan. Tentang perasaanmu padanya yang mulai satu persatu tumbuh
berkembang. Setiap minggu, kamu datang. Menceritakannya lagi dan lagi. Pun
ketika, kamu tersakiti. Menangis pilu berhari-hari. Kamu bilang tak ingin
bertemu lagi dengannya. Aku, jujur, bahagia. Tapi apa daya, cintamu mengalahkan
segalanya.
Kamu dan dia
berkumpul lagi, dalam satu cerita.
Kamu.
Meninggalkan satu kisah menyenangkan padaku. Dulu. Meskipun aku hanya bisa
menikmati, tanpa memiliki. Senyumanmu. Itu. Menjadikan candu. Di hatiku.
Semesta menertawakan, betapa bodohnya aku yang berusaha tertawa, demi kamu agar
bahagia. Apalah dayaku yang hanya bisa menekan perasaan, agar kisah itu segera
kututup. Tetap saja, engkau datang. Membawa penawar. Yaitu senyuman.
Aku.
Seharusnya pergi waktu itu. Tak butuh lagi menjadikanku perhatianku. Jika saja,
setiap hari bukan sakit yang kurasa. Tapi. Aku tetap ada. Menemanimu meraih
mimpi. Meskipun setiap hari, kamu seperti sengaja. Datang dengan sejuta cerita.
Bahwa kamu dan dia, satu rasa. Mencoba menyakitiku. Apakah engkau tahu?
Lalu,
kubertanya satu pertanyaan sederhana, yang ternyata sangat sulit untuk dijawab.
Bertahun lalu, pertanyaan itu melintas saja di pikiranku, begitu saja. Ketika
kuketahui, ternyata kamu menyimpan sebuah rahasia. Tentang dia.
Apakah itu
cinta? Tiga kata, satu tanda baca.
Apakah. Itu.
Cinta.
Namun,
diperlukan pengalaman hebat untuk menjawabnya. Saat itu, aku tidak bisa
menjawab pertanyaanku sendiri. Bagiku saat itu, cinta hanyalah tentang kamu
ada. Tentang bagaimana agar aku dan kamu bisa saling memiliki. Tentang
bagaimana agar aku dan kamu bisa terus bersenandung di atas motor berkeliling
kota. Bagiku saat itu, itulah cinta.
Semakin
hari, semakin kupupuk kebodohan-kebodohan, namun terus kulakukan, karena
melihatmu tersenyum ternyata adalah obat tentang rasa patah hatiku yang dalam.
Tawamu adalah penawar bagi rasa sakit hatiku yang menyayat pilu.
Aku tak
ingin membuat semuanya menjadi sembilu. Jadi kuputuskan untuk terus ada,
bagimu, kapanpun kamu membutuhkanku. Bahwa ternyata itulah jawaban tentang
cinta yang seharusnya.
Kini. Hari
ini. Padamu. Di masa laluku.
Aku perlu
bergerak. Perlu berlari lebih kencang. Perlu terbang lebih tinggi. Perlu
berenang lebih luas, bukan lagi di kolam tanpa ombak. Aku butuh lautan, butuh
langit yang lebih lebar. Bukan lagi tentangmu. Masa laluku. Hari ini. Aku
berbicara tentang masa depan. Pada kenyataan bahwa aku telah membuang-buang
kesempatan karena terjebak oleh kenangan.
Jadi hari
ini. Aku akan permisi. Pergi. Meski engkaupun mungkin kini tak peduli. Tapi aku
tetap akan bilang. Ijinkan aku meraih mimpi. Aku tahu kamu pun sudah bahagia.
# # #
Jangan lupa untuk komen dan share yah.
- W -
Duh duh duh tulisannya, suka. Terjebak friendzone itu luka tak berdarah, katanya.
ReplyDeleteTerima kasih sudah mampir berkunjung.
DeleteIni yg dinamakan sakit tapi tak berdarah. Hahaha..
ReplyDeleteEh, btw. Itu salah apa gimna ya? Yg dibagian tiga huruf? Seharusnya tiga kata, deh. Hehehe...
Terima kasih koreksinya...
Deleteterima kasih mbak tira
ReplyDelete