“Pernah kudengar nasihat dari seorang kawan, pergilah maka kamu akan menemukan kawan-kawanmu yang lain, karena diammu hanya akan menjadikanmu memilukan. Apa bedanya kamu dengan air yang diam, tak menghasilkan? Justru akan keruh menjadi genangan. Siapa tahu, di sanalah kamu dapat menanam benih kebaikan. Untukmu. Dan orang-orang di sekitarmu."
Jika dibandingkan dengan wanita-wanita
seumurannya dulu, mungkin keputusan Amelia Rahayu sangatlah jauh berbeda. Jika
teman-temannya lebih memilih untuk menetap di Jogja, melamar ke
perusahaan-perusahaan farmasi di Jakarta, tidak demikian dengan Amel, begitu
saya memanggil adik kelas saya waktu SMP dan SMA itu. Dia melepaskan kesempatan
untuk bekerja di perusahaan farmasi di tanah Jawa dan justru menerima tawaran
untuk bekerja jauh dari rumah, ke Bumi Cendrawasih.
“Ada lowongan apoteker di RSUD. Tapi jauh dari rumah. Kamu berminat?” tanya tetangga, sekaligus sahabat
Pak Dhe Amel, yang memang sudah lebih dulu bekerja di kota itu. Dengan
berbagai pertimbangan, dikusi dengan sahabat, saudara, dan tentu saja restu
dari orang tua, akhirnya Amel memutuskan untuk merantau jauh ke Indonesia Timur
yang jaraknya kurang lebih 3.355 Km dari Yogyakarta. Tepatnya di Oksibil,
sebuah distrik sekaligus pusat pemerintahan Kabupaten Pegunungan Bintang, di
Indonesia Timur, di Papua. Jauh dari orang tua, dari daerah kelahirannya di
Bantul, Yogyakarta. Sebuah keputusan yang sangat berani untuk ukuran seorang
wanita. Sebuah keputusan yang akhirnya membuat saya berdecak kagum.
Keputusan yang sangat berani. Jika itu saya, saya mungkin tidak akan seberani Amel untuk mengambil keputusan itu, ucapku dalam hati ketika akhirnya tahu cerita ini darinya langsung.
“Awalnya memang sedikit ragu, tapi akhirnya memantapkan hati. Toh,
sama-sama mengabdi
di layanan kesehatan, meskipun jauh dari orang tua dan di daerah terpencil. Ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri buat saya,” kata Amel, yang
lulusan dari Farmasi UGM. “Sebisa mungkin hidup kita mampu
memberikan manfaat untuk orang-orang sekitar, di manapun
kita berada. Bukankah, sebaik-baiknya orang adalah yang
bermanfaat bagi sekitar? Dan mungkin ini jalan
yang Allah berikan untuk saya.”
Siapa sangka,
sudah hampir 3 tahun lebih, Amel bekerja di sana. Dia hadir untuk orang-orang
di sana yang membutuhkan. Amel mampu memberikan secuil senyum dan
asa untuk orang-orang, sesuai dengan bidang profesinya, sebagai
seorang Apoteker.
Pengalaman ini
kemudian mengubah pandangan hidupnya tentang kedewasaan, tentang rasa ikhlas, rasa
berjuang, dan ‘memberi’. Pengalamannya menebar kebaikan di Bumi Cenderawasih.
# # #
Merantau
memang menjadi cita-cita Amel sejak kecil. Ingin merasakan mudik, kelakarnya.
Tapi dia tidak membayangkan akan merantau sejauh ini. Namun sebagai anak
pertama yang memiliki tanggung jawab untuk membiayai pendidikan adik-adiknya,
Amel akhirnya memantapkan hati untuk bekerja di Oksibil. Dia juga bertekad
ingin mengubah kehidupan keluarganya. Amel tidak ingin adik-adiknya yang masih
sekolah, merasakan susahnya sekolah karena harus mencari uang sendiri. Semangat
itulah yang akhirnya membulatkan tekad Amel untuk akhirnya menerima pekerjaan
itu.
Dari pertama
kali menginjakkan kaki di Bumi Cendrawasih, sebenarnya Amel langsung jatuh
hati. Ini adalah salah satu surga dunia, ucapnya. Pemandangan alamnya sangat mempesona. Di sini masih sangat sepi, alamnya indah, jauh dari hiruk pikuk dan
hingar bingar kota. Ia benar-benar merasakan kedamaian.
Meskipun
terkadang, ia harus merindukan orang tua dan adik-adik di Yogyakarta. Ia tidak
mungkin bisa pulang setiap saat karena ongkos untuk pulang tentunya tidak
sedikit.
Namun, Amel
merasa lebih bermanfaat di sana. Hal ini ia sadari setelah melihat keadaan Depo
Farmasi di RSUD di sana untuk kali pertama. Amel teringat saat itu Depo Farmasinya masih sangat
sempit dan kecil, penataan obat juga belum sesuai aturan, dan sangat berantakan.
Niat awalnya
yang ingin bekerja dan mencari biaya untuk pendidikan adik-adiknya, kini niat
itu bertambah. Ia ingin membantu orang-orang di sana. Tentu saja dengan menjadi
seorang Apoteker, sesuai profesinya. Ia ingin melihat Depo Farmasi RSUD menjadi
lebih baik. Ia ingin menebar kebaikan di sana. Ingin bermanfaat untuk
orang-orang.
“Bayangkan saja, Apoteker
di satu kabupaten hanya ada enam orang, dan sekarang
sudah pensiun satu. Kalo di Jawa dan di
kota besar apoteker sudah banyak. Di sini, saya merasa menjadi lebih bermanfaat.”
Cerita Amel
sebagai Apoteker di Oksibil dimulai tahun 2017. Amel bertugas sebagai Apoteker di RSUD Oksibil hingga akhir tahun
2018 sebelum akhirnya dipindahkan ke kota kabupaten.
Amel sadar
bahwa kedatangannya untuk membantu dan memberikan manfaat. Ia sangat sedih
karena melihat Depo Farmasi yang tidak sesuai standar. Akhirnya, ia bekerja
sama dengan teman-temannya di sana. Ia ingin memperbaikinya. Hingga pada
akhirnya, keadaan mulai berubah sedikit demi sedikit. Ruang Depo Farmasi akhirnya diperluas dan berbenah dalam
pengaturan obat.
Amel juga
diberi kepercayaan menjadi
apoteker penanggung jawab khusus untuk Voluntary
Counseling and Testing (VCT) bagi penderita HIV dan juga konseling untuk penderita Tuberkulosis (TB). Ia sangat senang
sekali karena bisa bertemu dengan para pasien untuk konseling. Ia juga bertanggungjawab untuk farmasi
klinik. Amel seperti menemukan
kebahagiaan dengan pekerjaannya tersebut. Ia merasa lebih bermanfaat, merasakan kepuasan yang tidak
ternilai harganya karena melihat pasien-pasien yang terbantu.
Ia juga mulai
mengedukasi dan melakukan konseling terhadap pasien-pasien TB dan HIV di sana. Pasien-pasien
yang pada awalnya tidak rajin datang untuk konseling, akhirnya mulai rajin
datang. Ia merasa senang saat melihat pasien-pasien kemudian rajin datang untuk
konseling.
“Saya banyak
belajar hal baru di sini. Saya juga belajar
lebih banyak lagi tentang farmasi
klinik. Banyak diskusi dengan dokter terkait pengobatan pasien. Dan itu membuat saya senang karena bisa bermanfaat. Di
sini, saya juga belajar
tentang arti bersyukur dan lebih bisa berdamai dengan diri saya sendiri.”
Di Oksibil pun
Amel kemudian menemukan teman-teman dan keluarga baru dari berbagai suku.
“Saya merasa
banyak sekali berhutang dengan teman-teman di Papua. Meskipun banyak yang masih
kurang beruntung dari segi Pendidikan dan Kesehatan, mereka sangat baik sekali
terutama kepadaku yang seorang pendatang. Saya seperti mendapatkan keluarga
baru di sini.”
Amel jadi
merasa lebih bersyukur dengan segala kemudahan-kemudahan fasilitas di Jawa.
“Ah, ternyata
ujian hidupku tak seberat mereka. Itulah yang selalu menyemangi saya ketika saya sedang down.”
Amel merasa
sangat senang karena bisa menebar kebaikan untuk orang-orang di sana. Ia merasa
sangat senang dan gembira ketika melihat pasien yang sembuh. Ia juga merasa
senang karena bisa berkontribusi untuk perubahan di RSUD, terutama dalam hal
perbaikan Depo Farmasi dan proses akreditasi rumah sakit.
Setelah
bertugas di RSUD di Oksibil, mulai tahun 2019, Amel ditarik
oleh kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten untuk membantu di
Instalasi Farmasi Kebutuhan (IFK). Tanggung jawabnya semakin besar karena dia
diberi kepercayaan untuk urusan manajerial, terutama dalam hal perencanaan
obat, vaksin untuk 1
kabupaten dan Puskesmas. Ia sangat senang karena
bisa membantu lebih banyak lagi orang-orang di sini. Dengan perencanaan
manajerial yang semakin baik, ia yakin bahwa distribusi obat dan vaksin di sini
akan semakin mudah. Meskipun awalnya ia menemui banyak sekali permasalahan
(misalnya dalam hal laporan dan distribusi yang ruwet), namun dia tetap
menguatkan diri bahwa yang ia lakukan untuk kepentingan orang banyak.
“Kadang
suka mengeluh juga dengan
pekerjaan yang sekarang ini, karena load pekerjaan di IFK yang lebih banyak. Ya, namanya manusia kan,” ucapnya. “Tapi saya kemudian sadar bahwa
tanggung jawab yang telah Allah titipkan ke saya ini untuk kepentingan orang
banyak. Dan itulah yang menyemangati saya setiap saat. Karena saya dapat
membantu semakin banyak orang.”
Bukankah itu
arti kebaikan berbagi yang sejatinya, ketika kita dapat bermanfaat untuk orang
lain, dengan kemampuan kita.
Dan saya pun
setuju dengan itu.
Amel cerita
bahwa pelajaran untuk menebar kebaikan ini, ia dapatkan dari orang-orang di
sekitarnya yang dulu selalu menebarkan kebaikan kepadanya. Ia sering menemui banyak
orang hebat di sekitarnya yang senantiasa ikhlas dan tulus menebar kebaikan
tanpa pamrih. Dari mereka, Amel percaya bahwa apa yang kita tanam hari ini akan
berbuah nantinya. Kita tidak akan kehilangan, terjatuh, atau kekurangan ketika ikhlas
menebar kebaikan kepada orang lain.
Amel sangat
beruntung selama ini ia bertemu dengan orang-orang hebat, orang-orang baik, orang-orang yang
menebar kebaikan kepada orang lain, termasuk kepada dirinya. Ia beruntung
memiliki sahabat-sahabat, atau bahkan dosen-dosen semasa ia kuliah yang telah
menginspirasinya untuk senantiasa menebar kebaikan kepada orang lain. Karena
sejatinya, seperti sebuah senyuman, menebar kebaikan itu menular.
Ilmu dan
inspirasi itulah yang Amel terus pegang teguh hingga kini.
Semangat Amel
menebar kebaikan di Bumi Cendrawasih menyadarkan saya bahwa kita hidup memang
harus bermanfaat untuk orang-orang sekitar. Mungkin pertanyaan selanjutnya,
bagaimana? Bagaimana kita bisa menebar kebaikan untuk orang-orang sekitar? Bagaimana
jika kita tidak memiliki kemampuan yang ‘banyak’? Apa yang harus kita lakukan?
Saya jadi teringat
dengan salah satu kisah inspiratif tentang Hafidz, anak SD Usia 9 tahun, yang
berinisiatif untuk menyisihkan uang jajannya setiap hari di sekolah untuk
membantu pemerintah melawan COVID-19. Ia menyumbangkan uangnya tersebut ke Polsek Dayeuhkolot, Kab Bandung. Hafidz hanyalah anak pedagang bakso
yang juga terdampak ekonomi karena covid ini, setiap hari mengumpulkan uang
jajannya untuk menebar kebaikan kepada orang lain.
Sebuah kisah yang sangat membuatku terenyuh, sangat
inspiratif. Hafidz menyadarkan saya bahwa kita tetap bisa membantu orang lain
dengan kemampuan yang kita miliki. Seperti Hafidz yang lebih memilih
mengumpulkan uang jajannya setiap hari. Sungguh,
sangat mulia sekali akhlaknya.
Saya sebagai
orang dewasa merasa tertampar. Apa yang sudah saya lakukan? Bagaimana bisa kita
ikut menebar kebaikan seperti yang sudah Amel lakukan, atau Hafidz lakukan?
Jawabannya ternyata sederhana: mulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri.
Saya pun sadar bahwa menebar kebaikan bisa dimulai dari diri kita sendiri. Kita
yang memiliki kuasa terhadap diri kita.
“Tapi saya
tidak punya cukup uang….” “Tapi saya tidak berkelimpahan materi…”
Ya, mungkin sebagian
dari kita belum berkecukupan sehingga belum mampu untuk membantu orang dengan
materi. Tetapi, bukankah banyak cara lain untuk menebar kebaikan. Tidak harus
melulu dengan materi. Bisa dengan senyuman, tenaga, atau bahkan pesan positif.
Bagaimana
caranya? Kita bisa memulai dengan membagikan kalimat-kalimat positif di Social
Media untuk teman-teman kita. Itu sudah sangatlah membantu. Saya sendiri
kadang merasa sangat bersalah jika apa yang saya bagikan di Social Media
tidak dapat memberikan manfaat untuk orang-orang sekitar. Kadang juga merasa sedih
Ketika melihat orang-orang justru menebar kebencian dengan berkomentar yang
tidak baik di Social Media.
Jadi kita pun
bisa melakukan satu kebaikan hanya dengan membagikan kebaikan dan pesan-pesan
positif untuk teman-teman kita. Berbagi
yang positif. Yang bermanfaat. Bukankah itu menyenangkan? Kebaikan Berbagi
itu tentu akan menular. Belum lagi saat ini adalah bulan Ramadan, ada baiknya
kita senantiasa menebarkan hal-hal positif untuk orang-orang sekitar. Bukankah
itu juga termasuk menebar kebaikan?
Seperti yang
sudah saya katakan dari awal, atau yang Amel katakan juga, “Bukankah itu arti
menebar kebaikan yang sejatinya, ketika kita dapat bermanfaat untuk orang lain,
dengan kemampuan kita.”
Saya akan
menggarisbawahi kalimat ini: DENGAN KEMAMPUAN KITA. Jadi, jika kita hanya mampu
membagikan pesan positif, itu tidak masalah. Jika kita bisa menyumbang tenaga
atau ilmu untuk orang lain, itu juga baik.
Jadi
bertanyalah dengan diri kita sendiri, apa kemampuan kita? Apa yang bisa kita
berikan?
Kita memiliki
dana? Atau kita hanya memiliki tenaga? Atau kita memiliki ilmu? Atau kita hanya
bisa tersenyum untuk memberikan semangat untuk saudara kita? Atau kita hanya
bisa menuliskan pesan-pesan positif di social media?
Itu semua
tergantung kita. Mulailah dari yang kecil. Mulailah dari kita sendiri.
Kebaikan yang telah Tuhan berikan untuk kita, akan menjadi lebih bermakna dan bermanfaat jika tidak hanya berhenti pada diri kita sendiri. Terbarkanlah dan raihlah kebaikan berkali lipat dalam hidup ini. Yakinlah, bahwa kita tidak akan terjatuh dan bersedih karena berbagi. Karena hal kecil yang kita bagikan bisa jadi suatu yang sangat berarti dan membahagiakan bagi orang lain. (Dompet Dhuafa)
Ya, benar
sekali. Tuhan telah memberikan banyak berkat untuk kita. Saatnya kita menebar
kebaikan untuk orang-orang sekitar sebagai bentuk syukur kita kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Saya sendiri
saat ini bekerja. Dan setiap bulan senantiasa menyisihkan kewajiban saya 2.5%
dari total gaji yang saya terima. Saya senantiasa percaya bahwa ada hak-hak
orang lain yang Tuhan titipkan kepada saya melalui gaji tersebut. Dan saya
menunaikan kewajiban zakat di Dompet Dhuafa. Sudah sejak 2015 saya
bergabung dengan Dompet Dhuafa. Mengapa sih saya memilih Dompet Dhuafa? Di Dompet Dhuafa ada layanan-layanan yang mempermudah kita untuk
menebar kebaikan dan terpercaya.
Dompet Dhuafa
adalah Lembaga Amil Zakat Nasional yang bertujuan mengentaskan kemiskinan
dengan 5 pilar program utama.
1. PENDIDIKAN
Dompet Dhuafa berkomitmen menyediakan akses pendidikan
seluas-luasnya untuk kaum dhuafa.
2. KESEHATAN
Dompet Dhuafa di program kesehatan, mendirikan
berbagai lembaga kesehatan yang bertujuan untuk melayani seluruh mustahik
dengan sistem yang mudah.
3. EKONOMI
Dompet Dhuafa memberdayakan masyarakat bebasis potensi
daerah untuk mendorong kemandirian umat.
4. SOSIAL DAN DAKWAH
Dompet Dhuafa merespon cepat permasalahan masyarakat
sesuai dengan kebutuhanya
5. BUDAYA
Dompet Dhuafa tidak akan melupakan budaya yang
merupakan warisan leluhur zaman dulu yang mengandung nilai-nilai kebaikan.
Meskipun saat
ini kita sedang social distancing, tidak ada salahnya kita tetap
bergerak untuk menebar kebaikan. Sebisa mungkin hidup kita mampu
memberikan manfaat untuk orang-orang sekitar, di manapun
kita berada. Seperti kisah Amel yang telah menginspirasiku untuk senantiasa menebar kebaikan untuk orang-orang sekitar.
Kita bisa memulainya dengan hal yang kecil, dari diri kita sendiri.
Bukankah, sebaik-baiknya orang adalah yang bermanfaat bagi sekitar? Kebaikan Berbagi untuk orang-orang di sekitar kita. Kita bisa mulai bergerak Menebar Kebaikan dari kita sendiri. Mulai dari yang kecil. Mulai sekarang.
Kita bisa memulainya dengan hal yang kecil, dari diri kita sendiri.
Bukankah, sebaik-baiknya orang adalah yang bermanfaat bagi sekitar? Kebaikan Berbagi untuk orang-orang di sekitar kita. Kita bisa mulai bergerak Menebar Kebaikan dari kita sendiri. Mulai dari yang kecil. Mulai sekarang.
kisah inspiratif
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tira :)
DeleteAmeell...keren bangett emang kisah idupnya..inget2 jaman kuliah dlu..uwuu..sukses amel..
ReplyDeleteIya, inspiratif yah :)
DeleteSemoga semakin menebar manfaat untuk kehidupan di muka bumi ini...
ReplyDeleteIya, semoga kita semua selalu dapat menebar kebaikan...
DeleteTerharuuuu banget baca cerita mba Amel nya mas. Orang baik, mau merantau sejauh itu ke Papua demi menebarkan ilmu yg dia punya demi farmasi di sana jadi LBH bagus. Saluuuut banget. Aku setuju, sekecil apapun yg bisa kita lakukan untuk orang lain, kalo itu bisa membahagiakan mereka, lakukan aja. Sekecil apapun yg kita kerjakan, semuanya dihitung oleh yg di Atas kok. Anggablah tabungan kita di akhirat nanti :).
ReplyDeleteDompet duafa juga aku pakai buat berinfaq, wakaf dan zakat. Udah percaya Ama lembaga ini. Bbrp THN lalu aku membeli kurban dr dompet dhuafa, dan mereka lengkap melaporkan semuanya sampai hewan kurbannya dipotong. Sedetil itu, dan bikin aku jd makin percaya sih :)
Iyah, memang sangat inspiratif sekali. Merantau sangat jauh dari tanah kelahiran dan mengabdi di sana. Salut banget sama dia.
DeleteSemoga kita juga bisa menjadi inspirasi untuk orang-orang di sekitar kita. Amin.